Image dari : Youtube Babad Nusantara |
Sebenarnya Ma’rifat itu terdapat pada kata kehendak, itu kehendaknya Allah, gerak, sabda, semua itu kemauan Allah (Makarti – Jawa), menurut kenyataan yang dikehendaki sebelum dikerjakan sudah siap, sebelum ditunggu sudah datang; umpama orang akan pergi ke Malang, baru berfikir mencari Bus, Bus datang mencari sewa dan tanya dimana Malang ya mas?, lalu orang tadi naik Bus ke Malang, perjalanan itu berarti kehendak Allah, orang itu menyatu dengan Dzat tadi (Allah), sehingga satu sama lain tidak merasakan hanya menurut kehendaknya. Jadi Dzat yang ada pada orang tadi tidak susah-susah. Yang tadi sudah diterangkan bila Hakikatnya Dzat itu ya Afhngal dan Asmanya, artinya ya aku ya kamu adalah satu, maka tidak mengherankan bila orang itu dikuasai oleh Dzat Allah, kuasa mempercepat, kuasa membelokan tujuan, maka dari orang sebenarnya utusan Dzat (sifat Dzat), maka dari itu merasa menjadi utusan, lalu memiliki sifat kuasa-Nya, jadi harus menyembah dan memuliakan terhadap Dzat Allah.
Bisa melaksanakan apa saja dasar kekuasaan, jika makhluk itu utusan Dzat yang wajib adanya. Dibawah ini adanya Wiridan itu artinya kalimat Syahadat yang sudah cocok dengan kebudayaan Jawa akan diterangkan untuk rumah tangga (tingkatan).
Sabda Rasullullah terhadap Muaz : “Ma Min Ahadin Yashaduan la illaha illallahu washadu anna muhammadan rasullullahi sidqan min qalbihi illa ahrramahu allahu alla annari “, satu-satunya orang yang mengucapkan kalimat Syahadat sampai kehati terhadap Allah pasti dan InsyaAlloh tidak akan tersiksa di neraka. Wiridan (ajaran) Syahadat begini : “Asyhadu alla illaha illallah wa asyhadu anna muhammadan rasullullah”, yang artinya aku bersaksi sebenarnya tidak ada Tuhan melainkan Allah dan aku bersaksi sebenarnya Muhammad itu utusan Allah.
Wiridan (ajaran) rahasia Carakan HO-NO-CO-RO-KO; “Honocoroko Dotosowolo Podojoyonya Mogobothongo”, artinya ada utusan dua, laki dan perempuan (wanita) berebut kekuatan, sama saktinya (kuatnya) bergumul mati sama-sama menjadi bangkai (terpuruk) lunglai.
Yang akan diterangkan terlebih dahulu tentang dua kalimat Syahadat dulu, dan selanjutnya disusul dengan Carakan;
I. Kalimat Syahadat
Di tanah Jawa jika ada Prosesi temu (mempertemukan) pengantin umumnya mengucapkan Kalimat Syahadat, walaupun bukan bahasa Jawa tetapi sudah tradisi menjadi kebudayaan dari masa terdahulu pada zaman para wali. Dan kalimat Syahadat itu ucapan orang Islam yang belum mengetahui (pelajaran) rukun-rukun Islam. Jadi mengakui menyembah kepada Allah itu harus mengetahui arti kalimat Syahadat, lalu di zaman wali kalimat Syahadat itu dipakai pertamanya mendapat wejangan terhadap siapapun orangnya yang mau berguru, walaupun bahasa Arab kalimat Syahadat itu menjadi saksi Dzat Maha Agung dan Muhammad itu utusan-Nya, artinya sudah meliputi alam semesta. Di tanah Jawa bahasa Arab itu tinggal memakai (pinjam) dan bisa dengan bahasa apa saja yang artinya sama. Dan bahasa-bahasa tadi hanya sebagai tanda. Di kalimat tadi ada kata Muhammad yang mempunyai makna sendiri, sebenarnya Nabi Muhammad namanya ada 4, dan kata syair kata Hamdun (memuji) Hamida (di puji) lengkap nama-nama tadi seperti dibawah ini :
a. Hamid artinya yang di puji.
b. Mahmud artinya yang mendapat pujian.
c.
Ahmad artinya yang lebih di puji.
d. Muhammad artinya yang memiliki pujian.
Di dalam kalimat Syahadat tadi Muhammad tidak bisa di ganti dengan kata lain, walaupun ada akan tetapi artinya yang dipakai ada 2 (dua) unsur :
1. Mengartikan Umpama.
2. Mengartikan Nama.
Diwirid disebut kata-kata (nama-nama) tadi Nur Muhammad, artinya cahaya yang terpuji atau cahaya yang sempurna. Kata Muhammad itu sifat yang mempunyai pujian. Kalimat mengatakan Muhammad Rasullullah, siapa yang menjadi utusan Allah , apa Muhammad putra Sayidina Abdullah di Mekah (Arab), apa Muhammad atau Nur Muhammad?. Keterangannya : pada citra (Hakikat Allah) dan pecah-pecah hanya orang hidup. Sebenarnya yang dipuji itu sifat orang hidup yang memiliki sifat 20. jadi yang begitu para Nabi, Wali, Ulama yang mukmin, orang itu semua sifat Muhammad. Dan keterangan tentang utusan (Rasul) seperti dibawah ini :
Muhammad lalu menjadi utusan Allah , dan Allah itu bisa menjadi Allah-ku, Allah-mu, Allah kita semua dan seluruh alam. Jadi yang disebut utusan itu ialah utusan Allah-nya sendiri-sendiri, langsung mengakui mempunyai Allah. Utusan itu sifat hidup, kalau sudah mati (meninggal) tidak bisa menjadi utusan karena orang mati tidak mempunyai Allah. karena sifat-sifat Dzat yang menghidupi sudah musnah (lihat keterangan Bab Sifat 20).
Di kitab Injil Mutheus 22 (31,52,33) disebut begini : belum pernah membaca kata-kata Allah kepadamu, Allah ini Allah-nya Abraham, Ishak dan Yakub, Allah itu bukan Allah-nya orang mati tetapi Allah-nya orang hidup.
Yang menjadi pertanyaan, walaupun mempunyai sifat Muhammad atau Rasul, kenapa bisa menjadi utusan Nafsu (Syetan) makhluk halus (perewangan-Jawa) atau utusan angkara murka. Semua itu bagi orang yang belum dalam ilmunya hanya sok (merasa sudah) tahu saja, hanya baru mencapai tingkat Tarikat, lalu umpama benar mengerjakan membuktikan bahwa menjadi Utusan Allah, dan harus menjadi Ma’rifat (Islam). Jadi orang itu sebetulnya sudah At-tauhid (menyatu dengan kehendak Allah), kemudian disebut seorang Islam Sejati (sarino batoro – Jawa) dan juga menjadi utusan, zaman dulu disebut Nabi, Wali dan cukup disebut Ma’rifatullah.
Pendapat yang salah golongan Wirid mengatakan Muhammad diartikan sebenarnya Muhammad itu sifatku, Rasul itu rasaku (Rahso-sangsekerta). Rasul itu utusan asal dari bahasa Arab, Rahso (rasa) asal dari bahasa Sangsekerta (sang sekrit) jadi tidak sesuai. Muhammad itu Rasul tetapi rasa (rahso) itu rasaku jadi tidak sama. Maka dari itu sudah jelas kalau Muhammad itu sifat hidup yang lengkap dan menjadi utusan.
Sifat Muhammad sudah lengkap, memiliki sifat 20; Rasa, Perasaan, Pekerjaan, Pikiran (akal yang sempurna) dan lain-lain. Kenapa bermacam-macam diartikan, Allah itu tidak bisa disamakan dengan makhluk-makhluk/benda-benda lain, jadi pendapat-pendapat yang salah harus dijauhi.
Kata-kata tadi terdapat juga di Hidayat jati (buku hidayat jati). Jadi pengarang Hidayat jati mengutip pendapat para Wali.
Kalau begitu pendapat para Wali tadi yang sudah dianut pada zaman sekarang itu apakah salah atau tidak? Tetapi semua itu harus bersandar kepada hukum Qiyas (meneliti) pendapat itu begini :
Muhammad = Rasul.
Rasul = Sifatnya Muhammad.
Sifat Muhammad = Sifatnya Dzat.
Sifatnya Dzat = menyertai sifat seluruh yang diciptakan dan hidup (kayu, batu, manusia dan lain-lainnya).
Sifatnya Dzat = Hakikatnya Dzat.
Hakikatnya Dzat = Wujud Sempurna.
Wujud Sempurna = Manusia Hidup.
Manusia Hidup = Memiliki sifatnya Dzat / Sifat 20.
Jadi yang merasakan orang hidup (utusan) yang diutus. Jadi bukan salah satunya sifat-sifat tadi yang disebut utusan, Rasa sejati (Rosone Ingsun – jawa), sifat pribadi (Sipate Ingsun-jawa), semua itu milik Dzat yang wajib adanya (Allah). Kalau diteliti atau dikaji-kaji kata-kata yang diatas tadi sama dengan Qiyasan Esa, Widhatul Wujud, artinya Khaliq dan makhluk itu satu (lihat keterangan Bab Dat, Sifat, Asma, Afhngal terdahulu)
II. Carakan.
Sampai sekarang masih menjadi bahan pertanyaan para sejarah dan belum mendapat yang tepat, contohnya tentang Aji Saka itu siapa dan apa? Apa maknanya Carakan itu?, walaupun jumlah huruf hanya 20 (dua puluh) tetapi kenyataan bisa mencakup semua makna huruf bahasa sendiri dan bahasa asing,, karena kata-kata itu berhubungan dengan kalimat Syahadat maka jumlahnya 20, bisa dijelaskan dengan sifat 20, maka artinya kalimat Carakan seperti dibawah ini :
a. Wiridan (Pelajaran)
Aku bersaksi tidak ada Tuhan melainkan Allah dan aku bersaksi Muhammad utusan Allah.
b. Carakan, ada 2 utusan; laki dan wanita asik perang tanding sampai mati.
Keterangannya begini: ada 2 utusan laki dan perempuan (hidup laki dan perempuan) sama menjadi utusan Allah supaya berkembang anak beranak. Laki dan perempuan (wanita), bukan manusia saja tetapi seluruh makhluk didunia ini semua berpasang-pasang menjadi saksi Dzat (Allah), maka dari itu tidak ada barang yang tidak ada, artinya keadaan Dzat itu kekal adanya. Sebenarnya utusan dua jumlahnya, sama jaya, artinya lebih sempurna dari pada makhluk lain, tidak lain adalah manusia yang diluhurkan dari sifat kekurangan, lengkap terhadap sifat 20 sama-sama memiliki, disebut juga sama kuatnya, artinya walaupun laki atau perempuan sama-sama umat luhur dan sempurna.
Carakan tadi mengatakan sama-sama tidak berdaya (kehabisan tenaga) atau mati, apa sebabnya sama-sama menjadi bangkai (tidak berdaya), sehabis perang tanding atau bersetubuh, tusuk menusuk hingga mati tanpa ada yang melerai, jadi sama mati seperti bangkai, terpuruk kehabisan tenaga tidak bergerak dan lemas. Laki dan perempuan jadi sumbernya manusia berkembang. Mengembangakan manusia itu tidak ada putusnya, berdasarkan Qodrat dan Irodat (sifat 20), lalu menghasilkan kenikmatan (merasakan enak). Keadaan seperti itu tidak berlangsung lama, jadi mati seperti bangkai itu sebentar kalau terus mati itu bukan utusan untuk mengembangkan manusia (umat-Nya). Orang Jawa setiap saat menyebut kata-kata (Kalimat-kalimat jawa) yang terdapat pada Carakan, terbukti setiap berkata pasti memakai kata HA. NA. KA. PA. RA. WA. Jadi orang Jawa setiap hari tidak ketinggalan mengatakan Carakan, setiap kata pasti memakai salah satu dari Carakan tentang berfikir, bertengkar tetap memakai huruf yang 20 / Carakan seperti ini : HA-NA-CA-RA-KA DA-TA-SA-WA-LA PA-DA-JA-YA-NYA MA-GA-BA-THA-NGA.
Rahasia yang tersimpan dicarakan itu tidak akan hilang tetapi tetap laki perempuan semua menyebutkan kata-kata yang ada pada Carakan 20 (jumlah 20 itu sifat Allah).
Keadaan nama Muhammad itu Hakikatnya Dzat itu yang mencari orang yang sudah mempunyai ilmu atau orang yang sudah mengetahui rahasia hidup, artinya begini : apa saja yang yang tertulis dikitab-kitab suci (Al-Qur’an, Injil, zabur dll) pasti bisa dicari, dipelajari, diteliti karena kitab itu untuk orang-orang yang hidup. Jadi artinya pendapat itu sangat sulit, susah sekali. Rahasia isi kitab Qur’an dan kitab-kitab lainnya bisa diketahui oleh orang yang berilmu. kita ulang lagi tentang kalimat Carakan, semua itu kalau bukan orang kaya ilmu tidak bisa mencari (meneliti). Kalimat Syahadat untuk agama Islam itu sebenarnya kalimat yang tidak abadi, oleh karena menurut umum orang-orang kalau menyebut kalimat Syahadat itu hanya bertepatan pesta perkawinan, mengkhitankan (sunat) anaknya, kalau tidak, tidak pernah diucapkan. Kalau kata Carakan tiap menit tiap detik diucapkan selama hidup, maka untuk menjadi utusan lalu memiliki sifat Muhammmad atau menjadi penanam, penangkar, mengadakan, membuktikan adanya utusan-utusan itu abadi, dan kalau perlu harus di ingatkan;
image dari : Youtube Kitab Mawas diri |
1. Kalimat Syahadat, rukun Islam itu saksi adanya Dzat Allah, walaupun tidak dipanggil, di bicarakan, dipikir-pikir dan lain-lain. Dzat tetap adanya dan berubah-ubah dan sifat Muhammad itu tetap ada dan pasti ujud (bentuk nyata), tetapi jika masih hidup bergerak-gerak. Jadi yang memngucap dan menyaksikan itu orang hidup.
2. Carakan itu rahasia, sulit, artinya rahasianya yang mengatakan; ada Muhammad, ada ujud sifat 20. adanya abadinya Dat (Allah) tetap tarik menarik dan setiap hari kita merasakan, kita buktikan tetap bergerak (makarti – Jawa), tidak mati, masih bisa berberbicara dan melanjutkan dua-duanya yang tersebut diatas tadi saling bantu membantu, satu diantara dua bersatu (Widhatul Wujud), Esa, artinya tidak ada, dua tetapi satu (menyatu-At’tauhid).
Rahasia yang terdapat di Carakan, sebuah buku karangan seorang Mangku negaran, diterangkan begini :
1. Hananira Sejatine Wahananing Hyang,
2. Nadyan ora kasat-kasat pasti ana,
3. Careming Hyang yekti tan ceta wineca,
4. Rasakena rakete lan angganira,
5. Kawruhana ywa kongsi kurang weweka,
6. Dadi sasar yen sira nora waspada,
7. Tamatna prahaning Hyang sung sasmita,
8. Sasmitane kang kongsi bisa karasa,
9. Waspadakna wewadi kang sira gawa (sipat Rasul / Muhammad),
10. Lalekna yen sira tumekeng lalis (sekarat) (5),
11. Pati sasar tan wun manggya papa,
12. Dasar beda lan kang wus kalis ing goda; (Islam / Ma’rifat),
13. Jangkane mung jenak jenjeming jiwarja,
14. Yitnanana liyep luyuting pralaya (angracuta yen pinuju sekarat ),
15. Nyata sonya nyenyet labeting kadonyan,
16. Madyeng ngalam paruntunan (?) aywa samar,
17. Gayuhane tanalijan (tan ana lijan) mung sarwa arga,
18. Bali Murba Misesa ing njero-njaba (Widhatulwujud, Esa, Suwiji),
19. Tukulane wida darja tebah nista,
20. Ngarah-arah ing reh mardi-mardiningrat.
Artinya :
1. Asalmu karena kehendak Allah,
2. Walaupun tidak nampak tetapi ada,
3. Allah yang Kuasa tidak bisa ditebak (dinyatakan),
4. Rasakan dalam tubuhmu,
5. Ketahui sampai kurang waspada,
6. Jadi salah kalau kurang waspada,
7. Nyatakan Allah memberi petunjuk,
8. Petunjuk sampai bisa merasakan,
9. Waspadalah rahasia yang kau bawa (sifat Rasul/Muhammad),
10. Lupakan sampai sekaratul maut (menjelang ajal/koma),
11. Mati yang salah menjadi susah,
12. Dan beda bagi yang tidak tergoda (Islam/Mari’fat),
13. Tujuannya hanya tentram jiwanya,
14. At’tauhid atau khusyuk waktu sakaratul maut,
15. Ternyata sepi (hilang) sifat dunia,
16. Dalam alam barzah ternyata samar (gaib),
17. Tujuan tidak lain hanya satu,
18. Pulang menguasai Lahir Batin (Esa),
19. Tumbuhnya benih menjauhkan aniaya,
20. Hati-hati menuju jalan kedunia.
Bersambung…………………….
Sumber buku Wedaran Wirid I, Ki R.S. Yoedi Parto Yoewono. Surabaja : Djojobojo, 1962-64.
Posting Komentar
Posting Komentar